Perubahan iklim, menjadi isu yang kerap diperbincangkan sejak beberapa tahun terakhir. Adanya gas rumah kaca yang mendominasi di atmosfer berperan besar dalam meningkatnya suhu di permukaan bumi. Karbondioksida (CO2) menjadi penyumbang sekitar 68% dari total emisi gas rumah kaca ke atmosfer. Akibatnya diperlukan adanya metode yang tepat untuk menangkap gas karbon, salah satunya metode biologis dengan memanfaatkan tumbuhan hijau untuk mengubah karbon menjadi energi lain yang dibutuhkan makhluk hidup. Selain tumbuhan yang berhabitat di daratan, mikroalga juga digadang-gadang dapat menjadi salah satu agen biologi yang lebih efektif untuk menyerap gas rumah kaca. Jenis mikroalga air tawar seperti Scenedesmus, Spirulina platensis, dan Chlorella umumnya dapat dimanfaatkan sebagai penyerap karbon CO2. Selain memiliki potensi yang besar dalam menangkap CO2, mikroalga juga dapat menghasilkan udara bersih sekaligus biomassa.
Proses penyerapan CO2 dengan penangkapan dan pennyimpanan dilakukan melalui biokonsentrasi selama fotosintesis. Penyerapan CO2 sebagian besar terjadi melalui metabolisme fotoautotrofik dimana karbon organik diproses menjadi karbohidrat dengan bantuan cahaya, dan fiksasi karbon sebagian besar terjadi melalui siklus calvin-benson. Faktor faktor apa saja yang mempengaruhi mikroalga dalam menyerap gas rumah kaca CO2?
1. Konsentrasi CO2 Kadar toleransi pada konsentrasi CO2 bergantung pada spesies mikroalga. Misalnya pada spesies Chlamydomonas reinhardtii konsentrasi CO2 yang tinggi dapat menghasilkan biomassa dan akumulasi asam lemak yang lebih tinggi. Namun pada spesies lain kadar CO2 yang semakin tinggi dapat memberikan efek toksik pada mikroalga karena pengasaman.
2. pH pH yang disarankan untuk kondisi baik berkisar antara 6,5 hingga 8. pH yang asam memiliki manfaat untuk penyerapan co2 karena adanya peningkatan konsentrasi CO2 bebas yang menguntungkan bagi spesies yang toleran terhadap asam seperti Scenedesmus sp.
3. Periode pencahayaan Metabolisme fotoautotrofik bergantung pada keberadaan cahaya. Periode pencahayaan yang lebih lama diperlukan untuk spesies fotoautotropik dan miksoautotropik. Misalnya, spesies C. vulgaris membutuhkan siklus cahaya yang lebih panjang dibandingkan dengan siklus gelap untuk menghasilkan lebih banyak biomassa mikroalga.
4. Suhu Pengaruh suhu optimum bergantung pada spesies mikroalga. Pengaruh suhu pada penyerapan CO2 dikarenakan adanya perubahan aktivitas enzim karboksilase dan rubisco. Suhu yang terlalu rendah menyebabkan perubahan pada struktur asam amino sedangkan suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan rantai polipeptida meregang atau putus.
Pemanfaatan mikroalga untuk penangkapan karbon dapat dikatakan memiliki keunggulan yang lebih efektif dibandingkan metode teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon lainnya. Mikroalga memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan tanaman darat dan menjadikan mikroalga sebagai agen biomaterial berkelanjutan untuk penangkapan dan penyerapan karbon karena tidak menghasilkan polusi apa pun terhadap lingkungan.
