Potensi Spirulina platensis sebagai superfood alternatif krisis gizi pangan

By : Himmatul Ulya

Jumlah penduduk dunia dari tahun ke tahun semakin meningkat, kondisi ini sangat berdampak terhadap berbagai sektor. Salah satu sektor yang menjadi perhatian yaitu sektor pangan dan gizi. Adanya pertambahan penduduk yang tidak disertai dengan peningkatan produksi pangan akan menyebabkan ancaman krisis pangan dunia. Menurut hasil riset FAO (2000) dalam Rouhier (2009) bahwa Indonesia termasuk negara dengan potensi ancaman krisis pangan mencapai 5-20% dari total populasi penduduk, bahkan beberapa daerah memiliki nilai kerawanan krisis pangan mencapai 20-35%. Bedasarkan hasil riset FAO tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk Indonesia yang terancam bahaya krisis pangan mencapai 11,88 juta jiwa dari 237,6 juta jiwa. Selain itu, jumlah penduduk di Indonesia lebih banyak mengkonsumsi makanan dengan jumlah energi dibawah kebutuhan minimal (lebih rendah dari 1470 kkal) yaitu sebanyak 40,6%. Hal tersebut sangat disayangkan mengingat konsumsi makanan akan berpengaruh besar terhadap energi yang dihasilkan untuk melakukan rutinitas pekerjaan atau aktivitas lainnya. Indonesia memiliki catatan nilai proporsi defisit energi terbanyak pada usia remaja sekitar 54,5% dan terendah pada anak balita sekitar 24,4%.

Selain krisis pangan, ancaman berbahaya lainnya yaitu gizi buruk atau gizi kurang. Status gizi masyarakat umumnya dibagi menjadi tiga yaitu gizi seimbang, gizi kurang dan gizi buruk. Gizi buruk diartikan sebagai asupan zat gizi yang sangat kurang dari kebutuhan. Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2010, menunjukkan bahwa angka nasional balita yang termasuk kurang gizi atau balita yang mempunyai berat badan kurang sebesar 17,9% dan 4,9% diantaranya mengalami gizi buruk. Jumlah penduduk yang mencapai 237,6 juta jiwa dengan pendapatan domestik bruto (PDB) per kapita sebesar US$ 3.004,9 atau Rp 27 juta menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara yang potensial untuk  bergabung dengan negara-negara maju di masa yang akan datang (BPS, 2011). Meskipun demikian, potensi tersebut dapat berkurang apabila ancaman kerawanan pangan dan gizi buruk masih terbilang tinggi. Anak yang sering terkena infeksi dan mengidap gizi kurang akan mengalami gangguan tumbuh kembang yang mempengaruhi tingkat kesehatan, kecerdasan dan produktivitas di masa dewasa, sehingga perlu penyediaan pangan murah dan berkualitas. Di Indonesia sendiri termasuk negara maritim dimana sumber daya perikanan cukup besar, baik perikanan tangkap maupun budidaya (akuakultur). Namun, adanya eksploitasi besar-besaran menjadi ancaman penurunan bahkan kepunahan sumber daya perikanan.

Penangkapan berlebih atau ‘over-fishing’ sudah menjadi kenyataan pada berbagai perikanan tangkap di dunia. Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) memperkirakan 75% dari perikanan laut dunia sudah tereksploitasi penuh. Hanya 25% dari sumberdaya yang masih berada pada kondisi penangkapan skala kecil (FAO, 2002). Total produksi perikanan tangkap dunia pada tahun 2000 ternyata 5% lebih  rendah dibanding puncak produksi pada tahun 1995. Sekali terjadi penipisan sumberdaya, maka stok ikan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk pulih kembali, walaupun telah dilakukan penghentian penangkapan. Masalah ini bahkan sudah menjadi pesan SEKJEN PBB pada Hari Lingkungan Hidup sedunia tanggal 5 Juni 2004. Indonesia cenderung melakukan intensifikasi perikanan tangkap. Data Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP, 2009), menyebutkan bahwa terjadi peningkatan jumlah unit penangkapan ikan di laut sebesar 7,98% dari 1.164.508 unit menjadi 1.265.440 unit pada tahun 2006-2008.

Tabel 1.   Produksi perikanan tangkap di laut menurut komoditas utama, 2005- 2008 (dalam ton).

Sumber : KKP (2009)

Pengembangan teknologi dan produksi perikanan budidaya merupakan solusi utama bagi upaya peningkatan produksi perikanan sekaligus pelestarian diversitas sumberdaya perikanan yang terancam akibat eksploitasi yang berlebihan. Beberapa spesies ikan seperti tuna, cakalang, napoleon, dan lain-lain yang merupakan komoditas penting perikanan Indonesia belum dapat dibudidayakan karena keterbatasan pengetahuan dan teknologi domestikasi terhadap komoditas tersebut. Sementara itu, pengembangan komoditas perikanan yang sudah didomestikasi secara total juga mengalami berbagai hambatan terutama dari segi lahan budidaya yang terbatas, pencemaran lingkungan, keterbatasan bahan baku pakan yang berimplikasi pada mahalnya harga pakan maupun terjadinya wabah penyakit seperti Koi Herves Virus (KHV) pada ikan mas serta Myo Necrosis Virus (MNV) pada udang. Riset secara berkesinambungan oleh ahli akuakultur dan ahli nutrisi secara tidak langsung telah mengarah kepada komoditas yang paling potensial untuk dikembangkan yaitu mikroalga.

Spirulina sp. merupakan salah satu jenis mikroalga yang tersebar secara luas, sehingga dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut, dan tawar. Spirulina merupakan mikroalga yang berwarna hijau kebiruan dengan ciri-ciri morfologi yang berbentuk benang atau filamen dengan sel berpilin  yang berbentuk seperti spiral (Tomaselli, 1997 dalam Santosa, 2010). Klasifikasi Spirulina menurut Bold and Wyne (1985) adalah sebagai berikut:

Kingdom                : Protista

Division                 : Cyanophyta

Class                      : Cyanophyceae

Order                      : Nostocales

Family                   : Oscilatoriaceae

Genus                     : Spirulina

Spesies                   : Spirulina sp.

(a)                    (b)                   (c)

Gambar 2. Spirulina sp. diamati dengan mikroskop (a) struktur filamen (b) bentuk pilinan sempurna (c) tampak dari mikroskop elektron (Sumber: Henrikson, 2009).

Spirulina juga banyak digunakan sebagai bahan baku industri karena memiliki kandungan nutrisi seperti protein, asam lemak, vitamin, dan antioksidan yang tinggi. Selain digunakan dalam dunia industri, Spirulina sp. juga dapat dikonsumsi langsung oleh manusia seperti yang dilakukan oleh penduduk di sekitar Danau Chad, Republik Chad, Afrika dan di sekitar Danau Texcoco, Meksiko yang menjadikannya sebagai suplemen bergizi tinggi maupun sebagai bahan baku makanan tradisional (Belay, 2008). Kandungan nutrisi Spirulina yang lengkap dan berimbang telah dimanfaatkan secara optimal di beberapa negara untuk mengatasi berbagai kasus gizi buruk dan gizi kurang. Indonesia merupakan negara yang terletak di daerah lintang tropis dengan suhu yang relatif tinggi pada kisaran 27-34oC dan intensitas cahaya matahari yang relatif merata dan tersedia sepanjang tahun. Kondisi tersebut sangat memungkinkan bagi pengembangan Spirulina. Oleh karena itu, pengembangan komoditas akuakultur Spirulina sebagai Super Food dalam penanggulangan ancaman gizi buruk dan kerawanan pangan di Indonesia merupakan solusi nyata yang sangat mungkin untuk dilaksanakan.

Keunggulan Spirulina dibandingkan jenis bahan pangan lainnya yaitu mengandung protein 60-70% dari bobot keringnya. Sementara menurut Herikson (1989) dalam Diharmi (2001), protein yang dikandungnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sumber pangan seperti daging dan ikan (15-25%), kedele (35%), kacang-kacangan (25%), telur (12%), biji-bijian (8-14%), dan susu pada umumnya (3%). Belay et al, (1996) menyatakan bahwa selain mengandung protein yang cukup tinggi, Spirulina juga mengandung asam lemak essensial terutama GLA-gamma acid, polisakarida, pikobiliprotein, karotenoid, vitamin terutama vitamin B12, dan mineral. Kandungan mineral dan vitamin yang terdapat dalam Spirullina adalah kalium (15.400mg/kg), kalsium (1.315 mg/kg), seng (39 mg/kg), magnesium (1.915 mg/kg), mangan (25 mg/kg), besi (580 mg/kg), selenium (0,40 ppm), dan fosfor (8.942 mg/kg), serta vitamin A, B1, B2, dan B3. Kandungan nutrisi Spirulina dari beberapa riset yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Kandungan nutrisi Spirulina sp.

Jenis NutrisiNilai (% bobot kering)1Nilai (% bobot kering)2Nilai (% bobot kering)3
Protein55-7056,3961,8
Lemak6-817,926,9
Karbohidrat15-258,0318,2
Mineral7-1312,70Td
Serat8-106,56Td

Keterangan : 1Belay (S. platensis), 1997; 2Handayani (S. platensis), 2003; 3Rafiqul et al. (S. fusiformis), 2005; td= tidak ada data

Kandungan nutrisi Spirulina yang lengkap dan berimbang telah dimanfaatkan secara optimal di beberapa negara untuk mengatasi berbagai kasus gizi buruk dan gizi kurang. Bucaille (1990) dalam Henrikson (2009) melaporkan pemanfaatan kue jagung Spirulina di sebuah rumah sakit di Zaire untuk meningkatkan kesehatan anak yang mengalami kekurangan energi dan protein. Picard (1992) dalam Henrikson (2009) juga melaporkan sebuah klinik yang merawat sekitar 200 anak setiap hari dengan kasus marasmus dan kwashiorkor menggunakan konsentrat berbahan baku Spirulina. Sementara FAO (2008) menemukan suatu kasus di Togo mengenai sebuah klinik terpencil yang melakukan perawatan terhadap anak pengidap malnutrisi yang berat dengan diet berupa Spirulina sebanyak 10-15 g/hari yang dikombinasikan dengan millet, air, dan beberapa rempah-rempah. Diet tersebut mampu mengembalikan kondisi kesehatan menjadi normal dalam beberapa minggu (Gambar 3).

Gambar 3.

Gambar 3. Kondisi anak malnutrisi setelah pemberian diet Spirulina (FAO, 2008).

Selain kandungan nutrisi yang lengkap, Spirulina memiliki kelebihan lain yaitu biaya lingkungan yang murah. Ditinjau dari segi lahan yang dibutuhkan, Spirulina hanya membutuhkan 0,6 m2 lahan tidak subur untuk memproduksi satu kilogram protein. Luas lahan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan produksi satu kilogram protein dari kedelai, jagung dan daging yang membutuhkan lahan subur dengan luas masing-masing 16 m2, 22 m2, dan 190 m2 (Gambar 4a). Ditinjau dari segi air yang dibutuhkan Spirulina hanya membutuhkan 2100 liter air payau untuk memproduksi satu kilogram protein. Jumlah air tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan produksi satu  kilogram protein kedelai, jagung dan daging yang membutuhkan air bersih dengan jumlah masing-masing 9.000 liter, 12.500 liter, dan 105.000 liter (Gambar 4b).

Gambar 4

Sebagai organisme uniseluler fotoautotrof, keunggulan lain dari Spirulina adalah efisiensi penggunaan energi. Rasio energi yang dihasilkan dibandingkan dengan energi yang dibutuhkan oleh Spirulina mencapai 6,1 kJ/kg produk. Jumlah tersebut jauh lebih efisien dibandingkan dengan produksi kedelai, jagung, dan daging dengan rasio penggunaan energi masing-masing sebesar 1,2 kJ/kg, 3,0 kJ/kg dan 0,04 kJ/kg (Gambar 4c). Secara keseluruhan, perolehan protein dari Spirulina dengan menggunakan sumberdaya lingkungan dalam jumlah sama adalah paling efisien dibandingkan dengan komoditas lain seperti daging, beras, gandum, dan kedelai (Gambar 4d).

Gambar 4. Perbandingan sumber daya yang dibutuhkan untuk memproduksi Spirulina a). Perbandingan kebutuhan jumlah lahan antara Spirulina, kedelai, jagung dan daging, b). Perbandingan kebutuhan jumlah air antara Spirulina, kedelai, jagung dan daging, c). Perbandingan efisiensi penggunaan energi antara Spirulina, kedelai, jagung dan daging, d). Perbandingan perolehan protein antara Spirulina dengan beberapa komoditas pangan utama dunia.

(Sumber: Henrikson, 2009)

 

DAFTAR PUSTAKA

BALITBANGKES. 2010. Laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKERDAS) Tahun 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Belay A. 1997. Mass Culture of Spirulina Outdoors- The Earthrise Farm Experience. di dalam Vonshak, A. (ed.), Spirulina pletensis (Arthrospira): Physiology, Cell-biology and Biotechnology. Bristol: Taylor & Francis Ltd.

Belay A. 2008. Spirulina ( Spirulina sp.) : Production and Quality Assurance. Dalam Gershwin, M. E dan A. Belay. (ed.), Spirulina in Human  Nutrition and Health. California: CRC Press.

Bold, H.C and Wyne. 1985. Introduction of The Algae. Second Edition.  Prentice Hall. Engle Wood.

BPS. 2011. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2010. Berita Resmi Statistik Badan Pusat Statistik No. 12/02/Th. XIV, 7 Februari 2011.

Diharmi A. 2001. Pengaruh Pencahayaan Terhadap Kandungan Pigmen Bioaktif Mikroalga Spirulina platensis Strain Lokal (INK). Tesis. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

FAO. 2002. The State of the World Fisheries and Aquaculture 2002. Rome: Food Agricultural Organization./

FAO. 2008. FAO Fisheries and Aquaculture Circular No.1034: A Review on Culture, Production and use of Spirulina as Food for Human and Feeds for Domestic Animals and Fish. Rome: Food Agricultural Organization.

Handayani L. 2003. Pertumbuhan Spirulina platensis yang Dikultur dengan  Pupuk Komersil dan Kotoran Puyuh. Skripsi. Bogor: Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Henrikson R. 2009. Earth Food Spirulina: How this remarkable blue-green algae can transform your health and our planet. Hawaii: Ronore Enterprises.

KKP. 2009. Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2009. Jakarta: Pusat Data, Statistik dan Informasi, Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.

Rafiqul IM., Jalal KCA., Alam MZ. 2005. Environmental Factors for Optimalization of Spirulina Biomass in Laboratory Culture. Asian Network for Scientific Information. Biotechnology 4(1): 19-22.

Rouhier B. 2009. Spirulina and Malnutrition. Beauvais: Institut Polytechnique LaSalle.

Santosa A. 2010. Produksi Spirulina sp. yang Dikultur dengan Perlakuan Manipulasi Fotoperiod. Skripsi. Bogor: Departeman Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Vonshak A., Tomaselli L. 2000. Spirulina sp. (Spirulina): Systematics and Ecophysiology. di dalam Whitton B. A dan M. Potts. (ed.), The Ecology of Cyanobacteria: Their Diversity in Time and Space. Boston: Academic Publishing.

    13 tanggapan untuk “Potensi Spirulina platensis sebagai superfood alternatif krisis gizi pangan”

    1. I am currently perfecting my thesis on gate.oi, and I found your article, thank you very much, your article gave me a lot of different ideas. But I have some questions, can you help me answer them?

    2. After reading your article, it reminded me of some things about gate io that I studied before. The content is similar to yours, but your thinking is very special, which gave me a different idea. Thank you. But I still have some questions I want to ask you, I will always pay attention. Thanks.

    3. At the beginning, I was still puzzled. Since I read your article, I have been very impressed. It has provided a lot of innovative ideas for my thesis related to gate.io. Thank u. But I still have some doubts, can you help me? Thanks.

    4. I am a student of BAK College. The recent paper competition gave me a lot of headaches, and I checked a lot of information. Finally, after reading your article, it suddenly dawned on me that I can still have such an idea. grateful. But I still have some questions, hope you can help me.

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    Mungkin Anda Tertarik :

    Some Men Are Attracted to Beautiful Asian Girls

    Several guys find attractive Asian women https://www.brandeis.edu/abroad/resources/identity-culture/dating-relationships-boundaries.html captivating for a variety of reasons. They are strong, independent, unique, and have substantial Iqs. Additionally, they look

    Read More »

    What does an Asian wedding custom entail?

    Marriages are a festival for the couple as well as for the couple’s family and friends https://www.zoosk.com/date-mix/online-dating/online-dating-first-message/100-online-dating-first-message-examples/. Therefore, you might need to be aware of

    Read More »

    © 2020 PT Alga Bioteknologi Inodnesia, All right reserved.