EFEK SPIRULINA PADA SINDROM METABOLIK

suplemen makanan untuk ibu hamil

Sindrom metabolik adalah sekumpulan kelainan metabolik, baik yang berhubungan dengan lipid maupun non-lipid, yang meningkatkan risiko terkena penyakit kardiovaskular. Komponen sindrom metabolik meliputi obesitas sentral, dislipidemia aterogenik, hipertensi, dan hiperglikemia kronis. Pasien yang memenuhi kriteria sindrom metabolik menurut NCEP ATP III memiliki risiko relatif 1.65 untuk mengalami penyakit kardiovaskular, sedangkan menurut kriteria WHO, risiko relatifnya meningkat menjadi 2.60 untuk penyakit jantung koroner. Kriteria sindrom metabolik menurut NCEP ATP III lebih umum digunakan karena lebih memudahkan klinisi dalam mengidentifikasi individu yang mengalami sindrom metabolik. Sindrom metabolik dapat dikonfirmasi jika seseorang memiliki setidaknya tiga dari faktor risiko yang disebutkan.

Prevalensi sindrom metabolik bervariasi di berbagai negara. Penelitian oleh Cameron menunjukkan bahwa prevalensi global sindrom metabolik berkisar antara 15-30%, dengan mayoritas terjadi di negara-negara berkembang. Faktor-faktor yang menyebabkan variasi prevalensi termasuk perbedaan dalam kriteria diagnostik yang digunakan, keragaman etnisitas, jenis kelamin, dan usia. Prevalensi sindrom metabolik cenderung meningkat seiring dengan peningkatan angka obesitas, terutama obesitas sentral. Spirulina, sebuah alga Cyanobacterium mikroskopis dengan filamen biru-hijau, telah digunakan sebagai sumber makanan karena kandungan protein, vitamin (terutama B12), mineral, β karoten, γ linolenic acid (GLA), dan phycocyanin yang kaya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa spirulina memiliki aktivitas biologis, termasuk mencegah replikasi virus, anemia, penyakit hati berlemak, menurunkan kadar glukosa darah dan profil lipid, serta menurunkan tekanan darah.

Kandungan aktif utama spirulina, seperti phycocyanin dan β karoten, memiliki sifat antioksidan dan antiinflamasi yang kuat. Phycocyanin, misalnya, dapat mengikat radikal bebas dan mengurangi produksi nitrit serta menghambat peroksidasi lipid. Menunjukkan bahwa kandungan kalsium yang tinggi dan natrium yang rendah pada spirulina memberikan efek positif pada tekanan darah. Prevalensi sindrom metabolik cenderung meningkat seiring bertambahnya usia, dengan rerata usia subjek mencapai 53 tahun. Meskipun tidak ada perbedaan signifikan dalam usia antara dua kelompok prevalensi sindrom metabolik, peningkatan resistensi insulin sering terjadi seiring dengan derajat obesitas sentral. Salah satu kriteria penting dalam mendefinisikan sindrom metabolik adalah lingkar pinggang, yang dalammemiliki rerata 92,83 cm. Penggunaan lingkar pinggang sebagai indikator tunggal dalam menilai lemak tubuh dan distribusi lemak telah diadopsi oleh beberapa penelitian besar yang dilakukan oleh lembaga kesehatan masyarakat dan organisasi kesehatan. World Health Organization (WHO) merekomendasikan penggunaan lingkar pinggang untuk mendeteksi obesitas abdominal.

Pemberian spirulina memengaruhi tekanan darah sistolik, kadar glukosa darah, dan kadar trigliserida, namun tidak signifikan pada kadar kolesterol HDL dan tekanan darah diastolik subjek. Rerata perubahan tekanan darah, kadar glukosa darah, kadar trigliserida, dan kadar kolesterol HDL sebelum dan sesudah intervensi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Setelah intervensi selama 4 minggu, terjadi perbedaan signifikan dalam tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah suplementasi spirulina (p=0.010). Sebuah penelitian menunjukkan bahwa konsumsi spirulina dapat mencegah sintesis dan pelepasan metabolit asam arakidonat yang menyebabkan vasokonstriksi yang dipicu oleh fruktosa. Kandungan GLA dalam spirulina berperan dalam sintesis prostaglandin, yang membantu menurunkan tekanan darah dengan merangsang produksi hormon jangka pendek seperti PGE2.

Meskipun demikian, tekanan darah diastolik tidak mengalami perubahan yang signifikan baik pada kelompok kontrol (p=0.739) maupun pada kelompok perlakuan (p=0.655). Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa pada rerata tekanan darah diastolik subjek pada kedua kelompok berada dalam ambang batas normal, yaitu 83.68 mmHg pada kelompok kontrol dan 83.50 mmHg pada kelompok perlakuan. Tekanan darah diastolik pada subjek juga tetap dalam batas normal, yaitu 83. mmHg pada kelompok kontrol dan 83.00 pada kelompok perlakuan. Oleh karena itu, suplementasi spirulina  berhasil mengontrol tekanan darah diastolik.

Spirulina mengandung senyawa aktif, seperti phycocyanin dan beta karoten, yang memiliki fungsi sebagai antioksidan dan antiinflamasi. Stress oksidatif dan inflamasi berperan dalam berbagai penyakit kardiovaskular, termasuk arterosklerosis, hipertropi kardiak, gagal jantung, dan hipertensi. Produksi ROS yang berlebihan merupakan tanda dari stress oksidatif dalam kondisi penyakit kardiovaskular. Stress oksidatif terjadi akibat ketidakseimbangan antara komponen pro-oksidan dan antioksidan, yang mengakibatkan oksidasi biomolekul dan kerusakan pada sel dan jaringan target.

Selama stress oksidatif, terjadi peningkatan aktivitas NADPH yang mengakibatkan pembentukan enzim yang terlibat dalam rantai respirasi mitokondria, nitric oxide synthase (NOS), dan xanthine dehydrogenase, sehingga meningkatkan superoksida. Senyawa phycocyanin dan beta karoten dalam spirulina berperan sebagai antioksidan yang kuat. Phycocyanin memiliki kemampuan untuk mengikat radikal bebas, mengurangi produksi nitrit, menekan ekspresi inducible nitric oxide synthase (iNOS), dan menghambat lipid peroksidasi. Beta karoten, di sisi lain, melindungi membran dari singlet oxygen dan menghambat produksi nitrit oksida dan prostaglandin E2, serta menekan ekspresi iNOS, TNF α, dan IL-1β.

Sindrom metabolik seringkali ditandai dengan peningkatan kadar trigliserida, yang disebabkan oleh diet aterogenik yang berlebihan dan kurangnya aktivitas fisik. Spirulina mampu memengaruhi kadar trigliserida dengan mengontrol produksi VLDL di hati dan memperbaiki profil lipid. Selain itu, kadar kolesterol HDL, yang merupakan indikator penting dalam sindrom metabolik, juga dipengaruhi oleh spirulina. Bahwa suplementasi spirulina menghasilkan perubahan yang signifikan dalam kadar trigliserida, namun tidak signifikan pada kadar kolesterol HDL, yang sejalan. Penurunan kadar kolesterol HDL dapat berkontribusi pada terjadinya sindrom metabolik, termasuk penyakit kardiovaskular, obesitas, dislipidemia, dan diabetes tipe 2. Beberapa mekanisme yang terlibat dalam penurunan kadar kolesterol HDL termasuk interaksi dengan scavenger receptor type 1 (SR-BI) dan regulasi protein yang terlibat dalam metabolisme HDL. Peningkatan kadar kolesterol HDL telah terbukti berperan penting dalam menjaga keseimbangan glukosa dan mengurangi risiko penyakit metabolik.

Related Post
Spirulina Untuk Membantu Meningkatkan Konsentrasi

Konsentrasi adalah suatu hal atau kemampuan untuk memusatkan perhatian ...

Spirulina Sumber Nutrisi Alami untuk Vegan

Saat ini, gaya hidup vegan semakin populer karena berbagai ...

Manfaat Mikroalga Untuk Membantu Menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca

Perubahan iklim, menjadi isu yang kerap diperbincangkan sejak beberapa ...

Today’s Invesment, Tomorrow’s Impact

The Alga Biotechnology Indonesia is microalgae industry forward as the next generation of algae cultivation and biotechnology continues to advance and creates more opportunities.

Albitec Customer Care :
suplemen makanan untuk ibu hamil

EFEK SPIRULINA PADA SINDROM METABOLIK

Today’s Invesment, Tomorrow’s Impact

The Alga Biotechnology Indonesia is microalgae industry forward as the next generation of algae cultivation and biotechnology continues to advance and creates more opportunities.

WeCreativez WhatsApp Support
Hi sobat albi, CS kami akan menghubungi kamu ya!
👋 Hi, ada yang bisa kami bantu?